Tema Makalah : Agama Sikh
Tujuan : Memahami Perkembangan dan Ajaran Agama Sikh
Hari/tanggal : Jum’at/3 Mei 2013
Waktu : Pukul 10.00-11.45 WIB
Tempat : Fakultas Ushuluddin ruang 507
Pemakalah : Novi Handayani
Dosen Pembimbing : Dra. Siti Nadroh, M.Ag
Agama Sikh lahir dan mulai berkembang bersamaan waktunya
dengan kelahiran agama Protestan di Eropa, yaitu di akhir abad ke-19 M. Guru
Nanak sendiri hanya empat belas tahun lebih tua dari pada Martin Luther,
pendiri Agama Protestan itu. motivasi kelahirannya juga senada dengan kelahiran
Protestan. Kalau Protestan lahir sebagai reaksi terhadap eksistensi dan
kekuasaan gereja Katolik Roma di daratan Eropa, maka Agama Sikh lahir sebagai
reaksi terhadap Agama Brahma atau Hinduisme.
Agama Sikh semenjak kelahirannya sekitar lima abad yang
lalu, sampai sekarang masih tetap menarik perhatian para peminat penelitian
agama. Hal ini bukan saja karena keunikan tokoh pendirinya, perjalanan sejarah
perkembangannya dan seluk-beluk hubungannya dengan berbagai agama lain, tetapi
juga karena peristiwa-peristiwa sejarah, baik yang bersifat keagamaan maupun
politik, yang langsung diperankannya.
Sikh berarti murid, dan Sikha berarti murid
atau pengikut Sikh. Ada juga yang mengartikan Sikh sebagai “suatu
masyarakat agama di India dan Pakistan” atau suatu sekte keagamaan yang berasal
dari penyelewengan terhadap “Bramanis-Hinduisme.” Agama Sikh dikatakan juga
sebagai agama “sinkretis” karena ia didirikan dengan maksud “memperdamaikan
antara Islam dan Hinduisme.”
Memang, baik dari segi sosial dan politik, maupun dari
sudut pandangan agama, agama Sikh sungguh-sungguh menentang pengaruh Brahmana
dan sistem kasta yang diajarkannya. Mungkin pendapat yang mengatakan bahwa ia
lebih dekat kepada Islam daripada Hinduisme ada benarnya.
Pengikut Guru Nanak, pendiri agama Sikh, yang
beragama Hindu tidak dianggap sebagai penganut politeisme, karena mereka
mengatakan bahwa mereka adalah penganut kepercayaan yang monoteis. Kenyataan
ini dapat dianggap sebgaai pertanda bahwa agama Sikh lebih merupakan agama yang
mencoba menyatukan ajaran monoteis Islam dengan politeis Hinduisme. Oleh sebab
itu, dari satu segi, adalah menrik juga kalau banyak di antara penulis biografi
Guru Nanak menganggap Sikh sebagai suatu agama damai atau agama
kedamaian, sementara, dari segi lain, orang dapat menyangkal pandangan ini.
Sejarah mencatat bagaimana getolnya kaum Sikh melakukan
berbagai peperangan dan betapa militannya mereka melakukan gerakan-gerakan
kekerasan. Mereka menimbulkan benturan-benturan yang menodai sejarah dan
menggoyahkan haluan hidupnya semenjak aspirasi politik mulai mempengaruhi
mereka di bawah pembinaan guru yang ke lima, Guru Arjun.
Adalah aneh, hubungan rohaninya dengan Islam dan Hindu
banyak jalinkelindannya, akan tetapi dengan Buddhisme dan Kristen jarang
terdengar komentar. Hanya Guru Govind Singh yang terlihat berusaha
menarik minat umat Buddha dan pengikut Kristen. Dia sendiri, melalui pernyataan
dan perbuatannya, tampak agak terpengaruh oleh kedua agama tersebut. Hal ini
mungkin dapat dianggap memperkokoh kedudukan Sikh sebagai agama sinkritis.
Memang, agama Sikh bukan Hinduisme dan bukan pula Islam.
agama tersebut adalah “Agama Guru dan Murid.” Pada waktu Nanak pergi naik haji
ke Mekah, pakaian umrah yang dikenakannya berwarna biru, menyalahi pakaian
umrah yang biasa berlaku, yaitu putih. Nanak sendiri pada waktu umrah berlagak
seperti seorang darwis atau fakir yang minta-minta. Ketika ia pergi ke Ceylon,
raja Ceylon saat itu ingin mendapatkan kepastian tentang agama Nanak : apakah
Muslim atau Hindu. Ketika hal tersebut ditanyakan kepadanya, ia menjawab: “The
True Guru has solved the problem of two ways. It is he, who fixed attention on
one God, and whose mind wave-reth not, who can understand it.” Nanak
mengaggap dirinya sungguh-sungguh telah menjadi seorang guru yang mengajarkan
suatu agama atau kepercayaan baru, yaitu “Tidak ada Hindu dan Tidah ada Muslim.[1]
No comments:
Post a Comment