A.Sejarah
dan Perkembangan
Sejak
berabad-abad orang-orang India menerima Hinduisme sebagai suatu yang suci dan
tidak dapat diubah. Pada tahun 780 M, kontinen India sebelah Selatan menjadi
sasaran Mogul. Invasi dimulai dari Utara. Perlawanan dilakukan pada
permulaannya. Penduduk Hindu, yang memang bersifat lembut dan cinta damai,
kemudian menyerah pada invasi ini dan akhirnya orang-orang Mogul memerintah
India. Munculnya bangsa Mogul membawa nilai-nilai baru ke India yang berbeda
sekali dengan nilai-nilai yang telah berlaku.
Dan
ketika abad ke-15 mulailah gerakan Bhakti di India. Kampanye ini banyak
persamaannya dengan “Reformasi Agama di Eropa” dimana para reformis memprotes
terhadap norma-norma ritual dalam agama dan tahayul pada zaman itu. Penganjur-penganjur
falsafah Bhakti ini mengajarkan bahwa etika pribadilah yang merupakan inti dari
agama, dan bahwa bentuk dan tempat bersembahyang adalah tidak banyak artinya.
Mereka mengajarkan bahwa tujuan dari Hinduisme dan Islam adalah sama, bahwa
semua perbedaan sosial dan kebudayaan diantara keduanya adalah tidak perlu dan
salahlah bila membuat perbedaan ini sebagai tujuan perjuangan, kebencian, dan
permusuhan agama.
Namun,
gerakan ini tidak memiliki pemimpin dan penuntun. Guru Nanaklah yang kemudian
memberikan pimpinan dan tuntunan dan ia merupakan pendiri dari kepercayaan Sikh
ini.[1]
1. Guru Nanak sebagai
Pendiri
Guru
Nanak, pencipta agama Sikh, dilahirkan pada tanggal 15 April 1469 Masehi di
Talwandi Rai Bhoi sekarang dikenal sebagai Nanakana Sahib di distrik
Sheikhupura di Punjab, kini di wilayah Pakistan Barat. Ayahnya Mehta Kalu,
adalah seorang Hindu dari golongan Bedi keturunan ksatria dan ia bekerja sebagai
akuntan desa pada Rai Bular, seorang Islam, tuan tanah setempat. Ia memiliki
sebidang tanah yang luas dan sejumlah ternak yang cukup banyak. Ibunya bernama
Tripta dan kakak perempuannya Nanaki, yang berumur lima tahun lebih tua
daripadanya. Sejak masa kanak-kanak Nanak terkenal memiliki watak yang luar
biasa, sangat condong kea rah pengabdian dan kebaktian.
Guru
Nanak selalu melawan adat-istiadat kolot agama Hindu sehingga pada umur
Sembilan tahun ketika ia hendak dikalungi benang keagamaan di lehernya pada
upacara Yajnopayitam, ia menolak dengan tegas dan meminta penjelasan akan
kegunaan benang tersebut. Setelah dijelaskan oleh pendita keluarganya, bahwa
benang tersebut merupakan lambang agama Hindu dan bahwa tanpa benang tersebut
seorang Hindu yang berkasta tinggi akan kehilangan hak-hak kekastaannya, ia
semakin keras menolak dianugerahi benang tersebut.
Nanak
menikah dengan Sulakhani, putri Mul Chand, seorang Patwari (akuntan desa) di
Pokhoke-Randhwa di distrik Gurdaspur, pada tahun 1488. Mereka dikaruniai dua
orang putra, Siri Chand dan Lakhmi Das yang
masing-masing lahir pada tahun 1494 dan 1497. Setelah perkawinannya, ia
menjalankan kehidupan sehari-hari seperti biasanya.
Pada
tanggal 20 Agustus 1507, sebagaimana biasanya pada suatu pagi sebelum fajar ia
pergi untuk mandi di kali Ravi. Sesungguhnya sesaat setelah mandi ia duduk
bermeditasi dan waktu itulah ia mendengar panggilan Tuhan agar ia mengabdikan
hidupnya bagi kebaikan dunia, dengan menuntun manusia ke jalan yang benar
menuju Tuhan. Menurut ceritera, pagi hari itu Nanak menyelam ke dalam air dan
tidak muncul-muncul lagi. Hal tersebut dilaporkan kepada majikannya dan Nanak
dituduh korupsi dalam dagang, yang ternyata sama sekali tidak benar setelah
diperiksa pembukuannya. Selama masa penyelamannya, ia dikatakan menghadap Tuhan
dan muncul kembali pada hari keempat setelah ia menyelam.[2]
Ia
membagi perjalanannya atas lima bagian yang memakan waktu kira-kira tiga puluh
tahun untuk meluaskan daerah ajarannya. Ia mengelilingi seluruh India,
Srilangka, kepulauan Maladewa dan Lokadewa. Perjalanannya meluas ke Assam dan
Birma di Timur, Tibet, Turkistan dan Siberia Selatan di Utara, dan Afganistan,
Iran, Arab Saudi dan Turki di Barat. Dalam perjalanannya itu, ia mengunjungi
hampir seluruh pusat-pusat penting agama Hindu. Ia juga mengunjungi
tempat-tempat suci yang pada waktu itu dilangsungkan suatu upacara sembahyang.
Cara
Nanak mengajarkan ajarannya adalah sederhana dan praktis. Ia telah mencapai
hati manusia. Ia mengajarkan mereka cinta universal, toleransi dan pengertian
tanpa memandang pada kasta, kepercayaan atau agama. Ia mengajarkan bahwa semua
orang dilahirkan sama tanpa ada perbedaan apapun. Selama pengembaraannya selama
dua puluh dua tahun Guru Nanak telah berhasil menarik sejumlah besar pengikut
yang menamakan diri mereka “Sikh” (pengikut). Kaum Sikh dari Guru ini berasal
dari semua tingkat penghidupan, banyak diantaranya adalah orang-orang Mogul dan
Hindu dari berbagai kasta yang akhirnya menemukan Tuhan yang sama dan hidup
dalam persamaan dan kasih.
Kartapur
adalah sebuah kota yang didirikan oleh Guru Nanak pada 1504 M dengan bantuan
Doda Bhai dan Duni Chand Bhai yang juga mendirikan Dharamsala disini bagi Guru
Nanak. Guru sendiri baru menetap di tempat ini kira-kira tahun 1522 M. Tetapi
kini Kartapur Dharamsala dari Guru Nanak itu sudah lama tidak ada lagi karena
dilanda banjir sungai Ravi, dan sekarang hanya tinggal kota Dera Baba Nanak
yang berdiri di seberang sungai.
Guru
kini telah berusia tujuh puluh tahun dan merasa bahwa akhir hayatnya akan
segera tiba. Ia menunjuk seorang pengganti untuk melanjutkan ajarannya yang
besar itu. Pilihannya itu jatuh kepada Lahna. Pada tanggal 14 Juni 1539, Guru
Nanak resmi menunjuk Lahna sebagai penggantinya, dan menamakannya Angad, ia pun
mempersembahkan lima pice di hadapannya sebagai penganut dari Gurunya dan
menyembah kaki Guru Angad sebagai tanda bahwa ia akan memegang tugas Guru.
Tiga
bulan dan satu minggu kemudian, pada tanggal 22 September 1539, Guru Nanak
meninggalkan dunia ini dengan menyerahkan segala tugas-tugas kariernya sampai
pada dirinya sendiri kepada Guru Angad. [3]
Walaupun
Guru Nanak sudah tidak ada lagi, namun cahaya Ilahinya masih tetap menerangi
dunia dan umat manusia dalam bentuk dan Guru Granth Sahib. Untuk menghidupkan
terus nama Guru Nanak, orang-orang Sikh mengucapkan:
“Subhnan-da-Sanjha Nanak. Subhnan-da-Yar O”
Untuk seluruh umat manusia adalah Nanak.
Sahabat dari semua.[4]
2. Tiga macam Ketentuan
Disiplin
Bentuk
yang hidup, sebagai seni agama, dalam penghayatannya membutuhkan
ketentuan-ketentuan yang oleh penganut-penganut agama Sikh dipegang teguh
sebagai disiplin hidup. Demikianlah dalam kehidupan pribadi seorang Sikh sejati
harus mengikuti tiga macam disiplin, yaitu; disiplin kata, disiplin sakramen,
dan disiplin pengabdian.
a)
Disiplin
kata atau sabda Tuhan
Disiplin
kata menyatakan bahwa seorang Sikh harus bangun pagi-pagi sekali, misalnya jam
04.00 pagi lalu mandi dan kemudian bermeditasi atas Tuhan Yang Maha Esa. Ia
harus menyanyikan Hymne dan membaca Granth. Di dalam ode Asa-di-Var yang
terdapat dalam kitab suci Granth, ajaran Guru Nanak, perhatian yang utama
adalah terletak pada ungkapan disiplin kata yang menceritakan karier manusia
dalam prosesnya menjadi malaikat.
Ode Asa-di-Var ini mengikuti tingkat kemajuan
dari masa sebagai manusia biasa sampai menjadi abdi Tuhan yang sempurna. Para
penganut agama Sikh karenanya diperingatkan untuk tidak melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan Jiwa Yang Agung ini; kalau tidak menurut, seluruh hidupnya
akan tersia-sia dan buruklah nanti akhirnya. Contoh eksplisit disiplin ini
dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yang nyata pada orang-orang Sikh yang
sangat patuh kepada ajaran-ajaran Guru mereka seperti Guru Gobind Singh, Guru
kesepuluh Agama Sikh yang telah meletakkan disiplin.
b)
Disiplin
Sakramen
Disiplin
sakramen menyatakan bahwa seorang Sikh harus mengikuti upacara-upacara pada
waktu kelahiran, perkawinan dan kematian dalam suatu keluarga. Di dalam setiap
upacara ia harus bersikap penuh kewibawaan dan seimbang dengan menghaturkan doa
sesuai dengan keadaan. Syarat-syarat utama dari disiplin sakramen kepercayaan
Sikh seperti yang ditentukan oleh para Guru mereka adalah: Penyerahan mutlak
atas kemauan Tuhan Yang Maha Esa; Hidup sebagai pemimpin keluarga dan bekerja
bagi kepentingan kemanusiaan dengan jalan tetap murni diantara yang tidak murni
di dunia ini; mengakui manifestasinya di dalam segalanya, termasuk yang tidak
boleh disentuh dan wanita serta mencintai dan mengabdi kepada mereka tanpa
perbedaan.
c)
Disiplin
Pengabdian
Disiplin
pengabdian menyatakan bahwa seorang Sikh haruslah mengabdi kepada sesamanya
untuk menyatakan kecintaannya kepada Tuhan. Dalam melakukan pengabdian ini,
hambatan-hambatan seperti kasta atau kepercayaan dan ras haruslah
dilupakan. Semua pengikut Guru-Guru baik
mereka Hindu, Islam, yang tertindas dan orang-orang terbaik atau terkemuka di
dalam masyarakat adalah bersaudara dan diberi makan di dapur yang sama, yang
disebut Langgar.
Orang
Sikh dengan sukarela menyapu lantai, membersihkan alat-alat pertukangan,
menggosok sepatu atau mengambil air dalam Langgar. Langgar memberi banyak jalan
pengabdian. Demikianlah di dalam hidup bermasyarakat, seorang Sikh diharapkan
menunaikan tugasnya terhadap masyarakatnya itu. Ia harus melakukan Amrit
(baptis) dan membantu melaksanakan untuk orang lain. Ia juga harus siap
menerima tindakan-tindakan disiplin apabila bersalah atau bertindak tanpa
disiplin atau melanggar disiplin. Singkatnya, ia harus ambil bagian aktif dalam
kehidupan masyarakat Panth. Tetapi semuanya itu harus didasarkan atas
keikhlasan dan kerendahan hati. Tidak seorang pun sanggup mencapai Tuhan bila
hati sanubarinya sendiri penuh dengan kesombongan.
3. Para Pengganti Guru
Nanak
Pengikut
agama Sikh mempercayai dan mengikuti sepuluh orang guru yang sangat besar
peranannya dalam sejarah agama Sikh. Mereka terdiri dari Guru Nanak, sebagai
pelopor dan Guru Agung yang suci itu, beserta Sembilan orang guru penggantinya
secara berturut-turut. Kesembilan orang guru tersebut masing-masing berkuasa
penuh selama masa jabatannya untuk mengendalikan kemana agama dan umat Sikh
akan dibawa. Berikut adalah urutan masing-masing guru yang sepuluh itu beserta
peranan masing-masing dalam perjalanan sejarah agama Sikh:[5]
1.
Guru pertama Guru Nanak
2.
Guru Angarh (1539-1552).
3.
Guru Amar Das (1552-1574).
4.
Guru Ram Das (1574-1581).
5.
Guru Arjun (1581-1606).
6.
Guru Har Gobind (1606-1645).
7.
Guru Har Rai (1645-1661).
8.
Guru Hari Krishen (1661-1664).
9.
Guru Tegh Bahadur (1664-1675).
10.
Guru Govind Singh (1675-1708).
Setelah
sepuluh guru, kaum Sikh tidak lagi memiliki guru-guru lanjutannya. Kedudukan
guru digantikan oleh Adi Granth, kitab suci mereka yang sudah sempurna disusun
selama jangka waktu hampir 150 tahun. Sepeninggal Guru Govind Singh, para
pengikutnya melanjutkan tradisi yang telah diwariskannya. Lima orang murid
pilihan membaptis pengikut-pengikut pilihannya untuk memperkokoh jamaah baru
mereka. Jamaah baru ini kemudian terkenal dengan nama Khalsa Panth atau “Jalan
Yang Murni”, sementara mereka yang dibaptis disebut dengan Khalsas, yang
berarti “Seorang yang suci murni”.
4. Ajaran-Ajaran Guru
Nanak
Tentang Tuhan Yang Maha
Esa
Dalam
ajarannya mengenai Tuhan Yang Maha Esa, Guru nanak selalu menegaskan bahwa
Tuhan adalah Tunggal, Yang Maha Esa. Ia tiada termanifestasikan dan juga
termanifestasikan dalam segala hal, tiada terbatas. Maka itu Guru Nanak
mengajarkan bahwa, kalau orang ingin kebahagiaan dan menemui Tuhannya, carilah
Ia dalam jiwa. Menurut Guru Nanak, Tuhan adalah Pencipta tetapi juga Pemusnah.
Ia adalah Pemberi tetapi juga Ia adalah Peminta kembali. Tiadalah terbatas kebajikan, rahmat,
inspirasi, jangkauan, penglihatan, dan cipta tuhan. Dan tiadalah ada
bandingannya kemurahan, penerimaan, pengampunan, dan perintahnya.
Tentang
Sabda Adalah Kata Tuhan
Menurut
Guru Nanak, Sabda adalah Kata Tuhan. Karena itu Guru Nanak menganjurkan agar
tiap orang dapat menyatukan dirinya dengan Sabda untuk mengerti misteri hidup
di dunia kini dan di dunia kelak. Dan apabila orang telah menyatukan dirinya
dengan Sabda tersebut maka ia harus melaksanakan Sabda itu dan dengan
melaksanakan Sabda itu orang dapat menentun orang lain, kesadarannya terangkat
menuju kemanusiaan universil, terbebas dari duka dan derita dan lepas dari roda
inkarnasi, menuju kelepasan dan kedamaian abadi. Sabda dalam arti kata yang sebenarnya adalah
Kata Tuhan. Dan Sabda mengungkapkan dirinya dalam seluruh cipta Tuhan, bergetar
tiada terbatas, ke setiap penjuru,juga ke setiap hati sanubari manusia. Sumber
bahagia dan damai dapat dijumpai dimana-mana melalui Sabda dan dengan Sabda,
Tuhan menampakkan diriNya.
Tentang Guru sebagai
Penuntun Hidup Abadi
Dengan tuntunan seorang Guru yang
arif-bijaksana, yang suci dan yang agung, pengabdian kepada Tuhan dapat
diarahkan dengan tepat dan mencapai tujuan, sebab Guru itu akan memperlihatkan
tempat yang sebenarnya, akan membuka misteri alam semesta ini dan membawa
kebahagiaan dan ketentraman ke dalam hati setiap penganut.
Guru
sejati akan membawa orang ke seberang ke pantai samudera kedamaian, akan
membuat Sabda bergetar dalam sanubari manusia, melagukan nyanyi suci, akan
mengantar ilham kerinduan akan Tuhan, akan membuka mata hati untuk melihat visi
Tuhan. Guru adalah index pikiran Tuhan,
lautan ketenangan yang dalam dan luas dan penghapus dosa.
Tentang Praktek-Praktek
Spiritual
Bagi
Guru Nanak, hidup spiritual adalah melaksanakan praktek-praktek spirituil
dengan tunduk kepada Sabda Tuhan melalui
petuah-petuah dan ajaran-ajaran Guru. Mendengarkan Sabda, menurut Guru Nanak,
adalah mempraktekan Sabda itu. Dan mempraktekkan Sabda itu berarti melaksanakan
tugas hidup di dunia ini bagi kebajikan dan kebenaran. Tuhan adalah Penuntun
yang memimpin kita lewat SabdaNya (Satnam), lewat kongregasi para pendita
(Satsangat) dan lewat Guru sejati (SatGuru).
Dan
melaksanakan tuntunan Tuhan ini adalah melaksanakan praktek spirituil. Praktek
spirituil berarti menumbuhkan persaudaraan universil, mendalami
pengetahuan dan buku suci, mengampuni
orang yang bertobat, melaksanakan Kirtan, mempraktekkan perbuatan-perbuatan
suci, sabar,sederhana, rela memberi, penuh kash sayang, berkata benar, melawan
nafsu jahat, bekerja keras, berbuat kebajikan selalu, membela kebenaran. Bagi
Guru Nanak, penyiksaan diri sebagai praktek spirituil atau bertapa yng
membabi-buta atau menggunakan jubah agama berlebihan atau berbuat amal dan
ibadah secara formil belaka, adalah hipokrit yang tida sesuai dengan Sabda
Tuhan.
B. Ajaran
dan Praktek Keagamaan
1. Keyakinan tentang
Ilahiat
Keyakinan
tentang Ilahiat di dalam agama Sikh itu dapat dijabarkan dengan istilah Mystic
Monotheism. Guru Nanak menerima pokok keyakinan di dalam agama Islam
tentang keesaan Allah Maha Kuasa, tidak beranak, tidak diperanakkan, tanpa ada
suatu pun mirip denganNya, menciptakan alam semesta, dan punya wewenang penuh
atas makhlukNya. Dengan begitu, Guru Nanak menolak Polytheism yang dianut agama
Hindu. Tetapi, Guru Nanak menerima pokok keyakinan di dalam agama Hindu bahwa
zat Allah Maha Kuasa itu meresapi seluruh alam, yaitu Pantheism.
Keyakinan
serupa itulah yang disebut Mystic Monotheism, yaitu yakin akan keesaan Allah
itu secara mistik. Melalui tatacara mistik akan dapat dicapai penggabungan
kembali antara zat Insan dengan zat Tuhan dalam satu kesatuan wujud (Wahdatul
Wujud), pada saat-saat yang sangat singkat di dalam Ekstasi. Keyakinan tentang
Ilahiat di dalam agama Sikh itu dapat dipahamkan pada ayat-ayat di dalam Adi
Granth yang sudah disalin ke dalam bahasa Inggris oleh Ernest Trumpp dengan
judul The Adi Granth, or Holy Scriptures of the Sikhs edisi Tubner tahun 1877.
“Tuhan itu Esa, namanya: Yang Maha Benar, sang
pencipta, sunyi dari takut dan permusuhan, baka, ada sepanjang zat-Nya, Maha
Besar dan Maha Asih. Yang Maha Benar dan Maha Esa itu mulai dari sekalian
permulaan. Yang Maha Benar dan Maha Esa itu azali dan baka.”
(35, 195).
Tetapi,
suatu panggilan yang dapat dikatakan khusus dan hanya dijumpai di dalam agama
Sikh ialah: Sat Nam. Nama Ilahi itu termuat pada ayat Pertama di dalam Adi
Granth, dan setiap bagian-bagian di dalam Adi Granth itu dimulai dengan Nama
Ilahi itu. Nama Ilahi itu yang paling dimuliakan itu dinyatakan ungkapan
pertama-tama terucap dari mulut Guru Nanak sewaktu dikatakan bermula mendapat
wahyu.
Adi
Granth selanjutnya mengungkapkan tentang Sat Nam itu, sebagai berikut:
Guru ditanya tentang
kenapa Sat Nam itu dituliskan senantiasa pada awal setiap nyanyian keagamaan
(hymns). Ia pun menjawab: Nama tersebut adalah Tuhan dari seluruhnya. Para
murid yang menyembah Nama Yang Benar, akan terhindar dari segala rintangan
menuju keselamatan. Tersebab itulah Nama yang Benar itu mengawali setiap
nyanyian keagamaan. (138).[6]
2.
Keyakinan
tentang Alam dan Manusia
Alam semesta itu
ciptaan Tuhan dan fana. Tiada satupun yang kekal kecuali Tuhan. (131, 231,
642). Segala apapun di dalam alam semesta itu hanya maya. (188, 189).
Nanak
adalah hamba-Nya. Dia itu Tuhan Maha Kuasa. (644). Selama manusia terpikir
bahwa sesuatunya itu dilakukan sendiri, maka ia akan tidak bahagia. (400).
Dengan kodrat Tuhan, seluruhnya terjadi. Dengan kodrat Tuhan, seluruhnya
menjalani fungsinya. Dengan kodrat Tuhan, seluruhnya dikuasai oleh maut. Dengan
kodrat Tuhan, seluruhnya terserap ke dalam Yang Maha Benar. Hai Nanak! Apapun
yang dikehendaki Tuhan, semuanya terjadi. Tiada satupun berada di bawah
wewenang makhluk-Nya. (135, 78).
Granth
Saheb, yang merupakan kitab suci di dalam agama Sikh itu, tidak ada berbicara
tentang kiamat dan kebangkitan dan peradilan Ilahi, yakni permasalahan
eskatologi. Hal itu disebabkan Guru Nanak menerima pokok keyakinan di dalam
agama Hindu tentang Karma, Samsara, dan Nirvana.
3.
Keyakinan dalam agama
Sikh
Pokok
kebaktian di dalam agama Sikh bagi mencapai keselamatan adalah: Tafakkur dan
Zikir. Menurut konsepsi Upanishads di dalam agama Hindu ialah: dhyana-yoga
dan Samadhi. Tatacara bagi Tafakkur
dan Zikir itu diungkapkan di dalam Adi Granth sebagai berikut:
Samadhi
terhadap Ada Maha Agung itu satu-satunya upacara kebaktian keagamaan, hai
saudara-saudaraku, (335). Kewajiban tertinggi adalah menyebut nama Tuhan Maha
Esa itu terus menerus, (234). Nama yang murni itu adalah bantuanKu, (577).
Ingatlah senantiasa akan nama yang teramat murni dari Ram. Hilangkan segala sesuatu
yang lainnya dari ingatan, (582). Sebutkan Nama itu berulangkali. Dengar akan
Nama itu. Tumpukan ingatan pada Nama itu. Pusatkan ingatan pada Tuhan. Ulang
menyebut Nama-Nya setiap saat. Jiwamu akan terserap ke dalam Nur Ilahi, (181).
Bagi
kepentingan kebaktian itu terbentuklah suatu lembaga keagamaan dengan berbagai
tata tertib, bernama Khalsa Sangat (majelis murni). Sebutan Sangat disini sama
dengan Sanga di dalam agama Budda, dan Khalsa itu bermakna: murni.
Lembaga
keagamaan itu lama kelamaan bertambah kukuh di tangan guru-guru yang
menggantikan Guru Nanak. Bahkan, lembaga keagamaan itu lambat laun berubah
menjadi lembaga politik, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.[7]
4.
Hari-hari
Besar
a)
Baisakhi
atau Tahun Baru
Baisakhi
juga dieja Vaisakhi, yaitu festival yang diadakan untuk merayakan Tahun Baru
Sikh dan pendiri komunitas Sikh, yang dikenal dengan Khalsa, pada tahun 1699.
Festival ini dirayakan pada tanggal 13 atau 14 April. Yaitu festival panen di
Punjab, yang menjadi festival Sikh yang paling penting.[8]
b)
Diwali
atau Festival Cahaya
Festival
ini adalah festival cahaya yang dirayakan pada akhir Oktober atau awal
November. Festival ini dirayakan oleh orang Sikh, Hindu, dan Jain. Untuk Sikh,
Diwali ini sangat penting dirayakan karena untuk merayakan pembebasan Guru Har
Gobind dari penjara dan 52 pangeran lainnya, pada tahun 1619. Sikh merayakan
kembalinya Guru Har Gobind dengan menyalakan Kuil Emas dan tradisi ini
berlanjut hingga saat ini.[9]
c)
Hola
Mohalla
Hola
Mohalla berasal dari kata “Mohalla” dalam bahasa Punjab, yang berarti
prosesi terorganisir dalam bentuk
tentara yang diiringi drum perang dan bergerak dari satu Negara ke Negara lain.
Festival ini dirayakan setiap tahun pada bulan Maret.[10]
[1]
Njoman S. Pendit, Guru Nanak dan Agama Sikh, Jakarta: Yayasan Sikh Gurudwara
Mission, 1988. Hal. 26-27
[2] Ibid.
Hal. 18-19
[3] Ibid.
Hal. 23-24
[4] Ibid.
Hal. 25
[5] Mukti
Ali, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal.
191-192
[6]
Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996. Hal.
159-160.
[7] Ibid.
Hal. 162.
No comments:
Post a Comment