Thursday, June 6, 2013

Zoroaster


   
   A.Sejarah dan Perkembangan
Agama Zoroaster diambil dari nama pendirinya yaitu Zarathustra (660-583 SM). Agama itu mulanya tumbuh di wilayah Azarbaijan sebelah utara Iran. Oleh karena beroleh tantangan dari bangsanya di wilayah tersebut, maka Zarathustra berangkat menuju Balkh, ibukota wilayah Baktria di Asia Tengah. Di depan balai penghadapan raja Kavi Vishtaspa, di dalam suatu dialog agama, ia berhasil menundukkan kaum Majus, hingga sang Raja dan keluarga istana memeluk agama Zoroaster dan mengumumkannya sebagai agama resmi di dalam wilayah Baktria.
Raja Kavi Vishtaspa itu, yang dalam literatur Barat dikenal sebagai King Hystaspes, berasal dari keluarga Hakkham. Seorang cucunya, Cyrus The Great (559-529 SM) berhasil membangun sebuah imperium Persi yang dikenal dengan Dinasti Hakkham (600-331 SM), dan dunia Barat mengenalnya dengan nama dinasti Achaemenids. Ibukota dipindahkan dari Balkh ke kota Sussa di sebelah timur sungai Tigris, kemudian ke Persepolis (Istakhri).
Raja-raja dari dinasti Achaemenids itu adalah penganut agama Zoroaster sampai kepada Raja Darius III (336-331 SM). Pada masa raja inilah, imperium Persi itu ditaklukkan oleh Alexander The Great (356-323 SM) dari Macedonia dan kemudian berlangsung Hellenisasi secara intensif di seluruh wilayah Iran.
Sejarah raja-raja Achaemenids itu semenjak pertumbuhan kekuasaannya sampai pada masa tumbangnya terbagi atas tiga tahap, yaitu:
1)        Tahap masa 600-550 SM
   Dalam masa 150 tahun merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan agama Zoroaster, terdiri atas raja Hystaspes, raja Cyrus I, dan raja Cambyses I.

2)        Tahap masa 550-486 SM
 Dalam masa 65 tahun merupakan masa perluasan kekuasaan dan perluasan pengaruh agama Zoroaster, terdiri atas raja Cyrus II yang digelari “the great” (550-530 SM), raja Cambyses II (530-521 SM) dan raja Darius I (521-486 SM). Pada masa inilah penaklukan Babilonia, Assyria, Asia Kecil, Palestina, dan peperangan terjadi terus menerus dengan penguasa-penguasa semenanjung Grik dan dengan raja-raja Pharao dari tanah Mesir.


3)        Tahap masa 486-331 SM
   Dalam masa 156 tahun merupakan masa sengketa yang terus menerus dengan pihak Grik, terdiri atas raja Xerxes I (486-465 SM), raja Artaxerxes I (465-424 SM), raja Xerxes II (424 SM), raja Darius II (424-404 SM), raja Artaxerxes II (404-358 SM), raja Artaxerxes III (358-338 SM), dan raja Arses (338-336 SM), dan raja terakhir Darius III (336-331 SM). Pada masa terakhir inilah Alexander The Great dari Macedonia dengan kesatuan kekuatan Grik seluruhnya menaklukan Asia Kecil, Syria, Palestina, Mesir, dan seluruh wilayah belahan timur sampai Asia Tengah dan anak benua India.
Di dalam wilayah yang luas itu berlangsung Hellenisasi, pemaksaan kebudayaan Grik, mitologi Grik, beserta filsafat Grik, dan pada anak benua India meninggalkan jejaknya pada seni pahat patung. Dengan berlangsungnya Hellenisasi sekitar 5 abad waktunya dalam dunia Iran,di bawah dinasti Seleucids (248-226 SM), dam dinasti Arsacids, maka bahwa Iran Tua lenyap dari pergaulan sehari-hari dan digantikan oleh Pahlevi Tua, yaitu perpaduan bahasa Grik dengan bahasa Iran.
Sementara itu, mitologi Grik yang memuja Dewa Zeus, yang melambangkan dewata Matahari itu, beserta pemujaan dewa-dewa lainnya, lantas diserap oleh masyarakat hingga agama Zoroaster yang asli dan yang menganut monoteisme digantikan oleh aliran-aliran Mazdaism, Mithraism, dan Machaenism. Aliran-aliran itu berkembang dan menjadi anutan rakyat umum dari abad kea bad sampai kepada masa pertumbuhan dan perkembangan kekuasaan nasional Iran kembali, yaitu dinasti Sassanids (226-641 M). Yang lebih berpengaruh di antara aliran itu adalah Mazdaism yang lambat laun dikenal dengan Agama Majusi, karena upacara-upacara kebaktian dilaksanakan melalui para pendeta kuil yang dipanggilkan dengan kaum Majusi.
Tema utama dari ajaran Zoroaster adalah untuk menggantikan berbagai ahuras atau dewa tradisional agama Indo-Iran dengan satu Ahura, Allah yang tertinggi atau Ahura Mazda. Konsep asli Zoroaster tentang Ahura Mazda ditemukan di dalam apa yang diyakini telah memiliki wacana sendiri, Gathas, yang membentuk bagian pembukaan Avesta, kitab suci Zoroastrianisme. Ahura Mazda, katanya, menciptakan sepasang roh kembar sebagai anak-anaknya. Spenta Mainyu, memilih kebenaran, terang dan hidup. Dan Angra Mainyu, memilih kebohongan, kegelapan dan kematian.
Sejarah manusia, menurut kepercayaan Zoroaster, mencerminkan perjuangan antara lawan abadi, Ahura Mazda dan Angra Mainyu, baik dan jahat, terang dan gelap, kebenaran dan kebohongan. Zoroaster menolak semuanya, tetapi salah satu bentuk pengorbanan yang dilakukan oleh Indo-Iran, adalah pengorbanan dengan api. Sehingga, api menjadi simbol suci kebenaran dalam Zoroastrianisme.

   B.  Sejarah Pendiri Agama
Sebelah utara tanah Iran, di dalam kota Azarbaijan, tinggal seorang lelaki bernama Porushop Spitama, dari suku Spitama, bersama istrinya Dughdova yang molek jelita dan masih berusia 15 tahun. Dewasa itu, lebih kurang pada tahun 660 SM, Dughdova yang belum dijamah suaminya itu melahirkan seorang putra dan diberi nama Zarathustra.
Kelahiran bayi itu konon telah dinubuatkan sejak 3000 tahun sebelumnya, (SBE, 5:21, 47:31-34; 47:135-138). Ahura Mazda telah menitiskannya ke dalam rahim seorang gadis yang masih perawan”, (SBE, 47:17-18) dari suatu “nur abadi, yang terpadu di dalam rahim ibu Zarathustra” yang masih berusia 15 tahun itu. Peristiwa itu menimbulkan keheranan di dalam lingkungan keluarganya dan dianggap perbuatan sihir (SBE, 47:18-20).
Zarathustra sewaktu masih kecil diceritakan sangat cerdas dan tangkas bicara hingga teman-temannya amat menaruh segan kepadanya. Ketika berusia 15 tahun, ia telah memperoleh costi (ikat pinggang) sebagai tanda lulus pelajaran keagamaan. Tetapi ia tidak merasa puas dengan keyakinan dan upacara keagamaan yang dipelajarinya itu. Menjelang usia 20 tahun, ia suka mengembara kesana kemari sambil memberikan bantuan kepada orang-orang yang malang dan melarat. Dalam usia 20 tahun, ia pun dikawinkan oleh ibu bapaknya dengan seorang gadis yang bernama Havivi.
Masa 10 tahun berikutnya dijalaninya dengan kegelisahan di dalam jiwanya. Ketika usia 30 tahun terjadilah titik balik yang menentukan. Pada suatu hari, ia berkata kepada istrinya: “Saya akan pergi berkhalwat untuk memperoleh ketentraman pikiran. Saya berharap akan dapat menemukan sumber penderitaan di dunia ini”, dan ia pun pergi berkhalwat di dalam sebuah gua pada Gunung Sabalan dan disitulah ia mendapat pencerahan dan ilham dari Ahura Mazda.
Diceritakan bahwa disitulah dia memperoleh jabatan kerasulannya dengan turunnya sebuah ayat, (SBE, 31:10-11), berbunyi:
This man is found for me here, who alone has hearkened to our enunciation. (Orang inilah yang Ku-jumpai disini, yang dia seorang saja sudah mendengarkan pemberitaan Kami).
Zarathustra menyambut kerasulannya itu dengan kesediaan diri mengorbankan apapun juga, untuk siapapun juga bagi penyebaran agama itu, dan dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Ahura Mazda dan mempercayai hanya Ahura Mazda saja. [1]
 
    C. Ajaran dan Praktek Keagamaan
1)        Kitab Suci
Kitab suci dalam agama Zoroaster adalah Avesta, berasal dari akar kata Avistak, yang berarti Bacaan. Sedangkan pengertian lanjutan dari Avesta itu bermakna pengetahuan, sebagaimana Veda, kitab suci agama Brahma di India. Sebagaimana Alkitab, yang merupakan himpunan kitab suci agama Yahudi itu terdiri atas 36 kitab, yang oleh dunia Kristen disebut dengan Perjanjian Lama, maka kitab suci Avesta itu dulunya terdiri atas 21 buah kitab. Tetapi kini hanya tinggal 5 buah kitab saja, yaitu Yasna, Vispered, Vendibad, Yasht, dan Khorda Avesta.[2]

ª      Kitab Yasna
   Berisi himpunan nyanyian pujian untuk keperluan kebaktian yang terdiri dari 72 buah haiti (pasal) dan semuanya terbagi atas tiga bagian:
1.      Bagian Pengantar
yaitu pasal 1-27 tentang minuman suci yang disebut Hooma, yang sebutan lengkapnya Hooma Yasht. Pasal 12 berisikan bunyi pengakuan keimanan dan merupakan dokumen bernilai dalam sejarah peradaban.

2.      Gatha
adalah pasal 28-54 yang berisikan bimbingan dan tuntunan, wahyu terpanjang kepada sang Nabi. Gatha itu terbagi kepada lima buah anak bagian, yaitu pasal 28-54, pasal 35-46, pasal 47-50, dan pasal 35-42 yang disebut haptan-haiti, berisikan tujuh buah sisipan Yasna, nyanyian keagamaan. Gatha inilah yang dipandang paling utama sekali di dalam keseluruhan kitab suci Avesta, karena masih memperlihatkan ungkapan-ungkapan tua menuruti gaya bahasa Iran Tua.

3.      Apero Yasno
adalah pasal 55-72 yang berisikan himpunan nyanyian pujaan terhadap kodrat-kodrat gaib, terdiri atas:
a)      Sraosha Yasht, pasal 57.
b)      Pujaan terhadap api, pasal 62.
c)      Pujaan terhadap air, pasal 63-69.
d)     Pujaan terhadap kodrat-kodrat lainnya.
Kodrat-kodrat gaib itu dipandang menguasai unsure-unsur alami dan dipanggil dengan ahuras. Sesuai dengan namanya, maka bagian ini merupakan sisipan belakangan. Akan tetapi, di dalam perkembangan agama Zoroaster sepanjang sejarahnya, maka bagian inilah yang dipandang paling utama dan menjadi dasar pegangan keyakinan agamawi.

ª      Kitab Vispered
         Bermakna kodrat-kodrat terkemuka (Vispe ratave), berisikan pembahasan tentang kodrat-kodrat gaib yang dipandang paling terkemuka dan kesemuanya itu tunduk kepada Kodrat Tunggal Maha Bijaksana  (Ahura Mazda). Kitab ini pun berisikan himpunan nyanyian permohonan, dan merupakan kitab kecil tentang kebaktian, terdiri atas 24 buah anak pasal. Isi dan bentuknya mirip dengan Yasna dan merupakan kitab kebaktian tambahan.

ª      Kitab Vendidad
        Berisikan hukum-hukum agama yang terdiri atas 22 buah bab. Bermula dari kejadian alam yang dualistic, dan kejadian manusia pertama bernama Yima. Kemudian, disusul oleh 20 bab tentang kumpulan hukum-hukum agama dalam berbagai masalah. Seluruh hukum-hukum yang termuat di dalam Kitab Vendidad itu berpangkal seluruhnya pada sebuah doktrin yang paling pokok, yaitu: perang terhadap Angro Mainyu dan seluruh kodrat-kodrat jahat, di dalam pelaksanaan kebaktian terhadap Ahura Mazda.

ª      Kitab Yasht
        Berisikan  kumpulan nyanyian keagamaan kepada para Izad, yaitu kodrat-kodrat gaib yang termulia, terdiri dari 21 buah nyanyian pujian, merupakan kumpulan tambahan bagi kitab Yasna. Pasal 9-10 berisikan sajak agamawi bermutu tinggi peninggalan Iran Tua, terpandang Yasht terbesar, kaya dengan kisah-kisah keagamaan dan sejarah. Pasal-pasal lainnya berisikan kisah-kisah penuh corak dan warna tentang ahuras dan daevas disertai kisah-kisah yang berisi kiasan. Bab yang dipandang paling penting dari seluruhnya adalah Yasht ke XIX berisikan kisah tentang nabi terbesar dari Iran, Zarathustra, beserta ajarannya tentang akhir alam semesta dan tentang peradilan terakhir dari Ahura Mazda.

ª      Kitab Khorda Avesta
Berisikan kumpulan nyanyian agamawi berbentuk singkat, untuk digunakan oleh seluruh orang beriman di kalangan awam, di dalam kebaktian sehari-hari.[3]

2)        Keyakinan terhadap Ahura Mazda
    Pengakuan keimanan yang harus diucapkan setiap orang yang beriman di dalam agama Zoroaster itu berbunyi:
I confess myself a worshipper of Mazda, a follower of Zarathustra, one who hates the daevas, and who obeys the Law of Ahura.
(Saya mengaku diriku penyembah Mazda, pengikut Zarathustra, yang membenci daevas dan mentaati Hukum Ahura).

Di dalam kebaktian sehari-hari, setiap orang beriman itu harus menegaskan kepercayaan bahwa ajaran Zarathustra itu melebihi ajaran agama-agama lainnya, dengan mengucapkan:
Yes, I praise the Faith of Mazda, the holy creed which the most imposing, best and most beautiful of all religious which is exist and of all that shall in future to some to knowledge.
(Ya, saya memuji keimanan terhadap Mazda, pengakuan suci yang amat mengesankan itu, yang amat baik, amat molek dari seluruh agama yang ada dan yang bakal dapat diketahui masa depan).

Jadi, keimanan yang paling pokok di dalam agama Zoroaster itu adalah pengakuan terhadap Ahura Mazda, terhadap Kodrat Maha Tunggal dan Maha Bijaksana. Di dalam sebuah nyanyian keagamaan yang termuat pada bagian Gatha di dalam kitab Yasna dijumpai bait yang berbunyi:
From Him, that world has emanated,
His guiding spirit is the Holy Spirit.
(Dari Dia, alam semesta berasal.
Rohnya yang membimbing adalah Rohul kudus).[4]

3)      Keyakinan terhadap Spenta Mainyu
Ahura Mazda itu, selain menciptakan alam, juga menciptakan kodrat-kodrat rohani yang dipanggil dengan Mainyu. Kodrat-kodrat rohani itu terbagi menjadi dua golongan: Spenta Mainyu dan Angro Mainyu. Spenta Mainyu bermakna Mainyu yang baik, dan Angro Mainyu bermakna Mainyu yang angkara. Para pengikut Spenta Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat rohani itu dipanggil dengan ahuras, dan para pengikut Angro Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat rohani itu dipanggil dengan daevas.
Spenta Mainyu menempati kedudukan tertinggi dan termulia, terdiri atas enam kodrat rohani, satu persatunya memegang fungsi khusus, yaitu: Vohu Manah, perlambang ingatan yang baik dan menempati kedudukan sebagai utusan Ahura Mazda dan Asha, perlambang ketertiban dan keadilan; dan Kshatra, perlambang kesucian dan welas-asih; Haurvatat, perlambang kesentosaan dan kemakmuran; dan Ameretat, perlambang keabadian. Keenam Spenta Mainyu itu disebut Amesha Spenta atau Amshapands.

4)      Keyakinan terhadap Angro Mainyu
Sebutan daevas dijumpai 66 kali di dalam kitab suci Avesta pada bagian Gatha, yakni bagian yang dipandang paling tertua dan masih memiliki ungkapan-ungkapan bahasa Iran Tua. Sebutan Angro Mainyu, sebagai kodrat yang angkara murka, hanya dijumpai dalam ayat-sisipan, yaitu di dalam Yasna, 45:2.
Di dalam kitab suci Avesta dengan tegas menyatakan secara berulang kali, bahwa:
Ahura Mazda, the Creator, radiant, glorious, greatest and best, most beautiful, most firm, wisest, most perfect, and the most bounteous Spirit.
(Ahura Mazda, maha Pencipta, maha cemerlang, maha agung, maha besar, dan maha baik, maha molek, maha teguh, maha bijaksana, maha sempurna, dan maha welas-asih). SBE, 31:195-196.

I am the Keeper, Health-bestower, Priest, Most Priestly of priests, property-Producer, King who rules at His will, liberal King. He who deceives not, He who is not deceived, energetic-One, Holiness, Great-One, Good Sovereign, Wisest of the Wise.
(Aku inilah yang memelihara, yang menganugerahkan kesehatan, imam, maha imam dari seluruh imam, yang memberikan kemakmuran, raja yang memerintah atas kemauannya, raja yang dermawan, dia yang tidak memperdayakan, dia yang tidak diperdayakan, sang Esa yang giat, maha Esa, penguasa yang baik, maha bijaksana dari yang bijaksana). SBE, 23:27-28.



5)      Ajaran Pokok Agama Zoroaster
*        Manusia
 Dalam teks yang berjudul “Nasihat Pilihan dari Para Bijak Bestari Zaman Dulu” atau dikenal juga sebagai “Kitab Nasihat Zartusht” ditemukan konsep tentang manusia. Manusia pada asalnya, adalah wujud gaib, dua rohnya, dalam bentuk Fravashi, ada sebelum jasmaninya. Baik jasad maupun rohnya adalah ciptaan Ahura Mazda, dan roh tidak bersifat abadi. Manusia adalah  milik Tuhan dan kepada-Nya dia akan kembali.
Ahriman atau Angra Mainyu adalah penentang Tuhan. Dia seperti Tuhan adalah roh gaib murni; Ahura Mazda adalah musuh abadi, cepat atau lambat pertarungan di antara keduanya  tidak akan terelakkan. Penciptaan atau makhluk bagi-Nya merupakan suatu kebutuhan bagi pertarungan-Nya melawan syetan, dan manusia berada di garis depan pertempuran ini. Dalam hal ini, manusia tidak dipaksa Tuhan, tetapi karena dia bebas dan sukarela menerima peran ini ketika ditawarkan kepadanya. Di dunia, setiap orang bebas memilih baik atau buruk. Jika dia memilih keburukan berarti dia bertindak tidak alami, karena “ayahnya” adalah Ahura Mazda.[5]
Bagi agama Zoroaster peran  manusia di dunia, yaitu bekerja sama dengan alam serta menjalani kehidupan yang saleh dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik. Di dunia, manusia memiliki kewajiban untuk  hidup berumah tangga dengan memiliki istri dan anak. Semakin banyak manusia, semakin baik karena akan semakin mudah mengalahkan Ahriman.

*        Etika
Sebagian besar ajaran agama Zoroaster adalah menyangkut masalah etika. Moralitas Zoroaster diungkapkan dengan tiga kata; humat, hukht, dan huvarsht- pikiran baik, perkataan baik, dan perbuatan baik. Yang paling utama dari ketiga hal itu, adalah perbuatan baik.
Inti ajaran Adhurbadh bin Mahraspand adalah “Hiduplah dengan baik dan menjadi orang yang berguna, berilah perhatian kepada sesama, laksanakan kewajiban-kewajiban agama, garaplah tanah, hiduplah berkeluarga dan didiklah anak-anak sehingga menjadi terpelajar. Ingatlah bahwa hidup di dunia ini adalah sebuah pendahuluan bagi hidup di hari nanti. Dan roh orang yang meninggal akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikerjakannya di dunia.”

*        Peribadatan
Mary Boyce, dalam bukunya Zoroastrians, Their Religious Beliefs and Practice menjelaskan bahwa waktu ibadah orang-orang Iran zaman dulu adalah ketika matahari terbit, ketika tengah hari, dan ketika matahari terbenam. Waktu yang tersebut akhir tampaknya diperuntukkan bagi roh orang yang telah meninggal dunia.  Zoroaster tampaknya memberikan dua tambahan lagi, sehingga dia mewajibkan kepada para pengikutnya untuk beribadat lima kali sehari. Tambahan pertama adalah waktu setengah siang seperti waktu Ashar dalam agama Islam, yaitu pertengahan antara tengah hari dan waktu matahari terbenam.
Tambahan baru lainnya adalah waktu tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat matahari terbit. Doa ini dipersembahkan kepada Sraosha, Tuhannya doa. Selama waktu itu, ketika kekuatan kegelapan berada pada puncak yang paling kuat dan mencari-cari mangsa para pengikut Zoroaster harus bangun, mengisi minyak dan dupa pada tungku api dan memperkuat dunia kebaikan dengan doa-doa mereka.
Bentuk dan isi sembahyang yang dikenal dari praktek yang ada adalah sebagai berikut: pertama, orang yang melaksanakan sembahyang mempersiapkan diri dengan mencuci wajah, tangan, dan kaki dari kotoran debu; kemudian melepas tali kawat suci dan berdiri dengan tali dipegang dengan kedua tangannya di mukanya, tegak lurus di hadapan penciptanya, matanya menatap simbol kebajikan, api.
Kemudian dia berdoa kepada Ahura Mazda, mengutuk Ahriman dengan memukul-mukul kawat dengan penghinaan, memasang tali kawat lagi sambil berdoa. Keseluruhan pelaksanaan hanya memakan waktu lima menit, tetapi pengulangan secara teratur merupakan ibadah yang bernilai tinggi yang merupakan suatu disiplin yang terus menerus serta suatu pengakuan yang teratur terhadap ajaran-ajaran dasar keimanan.

*        Pengadilan Saat Kematian
Ajaran agama Zoroaster tentang nasib roh setelah mati terlihat sangat jelas. Konsep kitab Avesta memberi dasar ajaran ini dan teks ini telah disalin dengan sedikit bervariasi di dalam kitab-kitab Pahlavi. Setiap roh manusia setelah meninggalkan kehidupan dunia akan bergentayangan menunggu selama tiga hari di dekat jasad yang sudah menjadi mayat.
Pada hari ke empat, roh menghadapi pengadilan di atas “ Jembatan Pengadilan “, jembatan yang di jaga oleh dewa Rashu yang bertindak sebagai halim yang secara sangat adil menimbang perbuatan baik dan buruk manusia. Jika perbuatannya lebih berat, roh tersebut di ijinkan langsung menuju surge, tetapi jika perbuatan buruk lebih besar, roh tersebut ditarik dan di masukan kew dalam neraka. Apabila perbuatan baik dan buruknya seimbang, maka roh tersebut dibawa ke suatu tempat yang bernama hamestagan atau tempat campuran. Tempat ini tidak disebut dalam teks Menok I Khrat, tetapi sering disebut dalam teks-teks lain.
 Neraka di dalam agama Zoroaster bukan merupakan tempat penyiksaan abadi. Neraka hanya bersifat sementara dan merupakan tempat penyucian dari noda-noda dosa. Agama Zoroaster memberikan penjelasan bahwa Tuhan adalah kawan manusia dan Dia tidak pernah membuat manusia menderita. Semua kejelekan dan semua penderitaan berasal dari Ahriman.

*         Hari Kebangkitan
Sebagaimana dapat dipahami dari uraian yang telah di kemukakan sebelumnya, pengadilan roh pada saat kematian hanyalah merupakan suatu pendahuluan bagi pengadilan akhir hari kiamat. Perhitungan terakhir, menurut agama Zoroaster, juga hanya berupa tiga hari penyucian di dalam logam yang meleleh dan setelah itu roh-roh terkutuk bangkit dari neraka dan seluruh umat manusia tanpa kecuali berkumpul dalam Surga tempat mereka semua akan memuji Tuhan selamanya.
Tuhan tidak mengutuk makhlukNya dengan siksaan abadi karena dosa-dosanya bagaimanapun besarnya. Semua dosa akan dihukum dengan setimpal di dalam neraka yang bersifat sementara. Neraka adalah tempat tinggal Ahriman dan Syaitan-syaitan. Tuhan melunakkan keadilan dengan rasa belas kasihan. Dia tidak mempunyai sifat yang kejam dan sama sekali tidak bisa murka.





[1] Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1996. Hal. 232-237.
[2] Ibid, hal. 223
[3][3] Ibid, hal. 223-226
[4] Ibid, hal. 243-245
[5] Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 271

No comments:

Post a Comment