Thursday, June 6, 2013

Agama SIKH





   A.Sejarah dan Perkembangan
Sejak berabad-abad orang-orang India menerima Hinduisme sebagai suatu yang suci dan tidak dapat diubah. Pada tahun 780 M, kontinen India sebelah Selatan menjadi sasaran Mogul. Invasi dimulai dari Utara. Perlawanan dilakukan pada permulaannya. Penduduk Hindu, yang memang bersifat lembut dan cinta damai, kemudian menyerah pada invasi ini dan akhirnya orang-orang Mogul memerintah India. Munculnya bangsa Mogul membawa nilai-nilai baru ke India yang berbeda sekali dengan nilai-nilai yang telah berlaku.
Dan ketika abad ke-15 mulailah gerakan Bhakti di India. Kampanye ini banyak persamaannya dengan “Reformasi Agama di Eropa” dimana para reformis memprotes terhadap norma-norma ritual dalam agama dan tahayul pada zaman itu. Penganjur-penganjur falsafah Bhakti ini mengajarkan bahwa etika pribadilah yang merupakan inti dari agama, dan bahwa bentuk dan tempat bersembahyang adalah tidak banyak artinya. Mereka mengajarkan bahwa tujuan dari Hinduisme dan Islam adalah sama, bahwa semua perbedaan sosial dan kebudayaan diantara keduanya adalah tidak perlu dan salahlah bila membuat perbedaan ini sebagai tujuan perjuangan, kebencian, dan permusuhan agama.
Namun, gerakan ini tidak memiliki pemimpin dan penuntun. Guru Nanaklah yang kemudian memberikan pimpinan dan tuntunan dan ia merupakan pendiri dari kepercayaan Sikh ini.[1]
1.    Guru Nanak sebagai Pendiri
Guru Nanak, pencipta agama Sikh, dilahirkan pada tanggal 15 April 1469 Masehi di Talwandi Rai Bhoi sekarang dikenal sebagai Nanakana Sahib di distrik Sheikhupura di Punjab, kini di wilayah Pakistan Barat. Ayahnya Mehta Kalu, adalah seorang Hindu dari golongan Bedi keturunan ksatria dan ia bekerja sebagai akuntan desa pada Rai Bular, seorang Islam, tuan tanah setempat. Ia memiliki sebidang tanah yang luas dan sejumlah ternak yang cukup banyak. Ibunya bernama Tripta dan kakak perempuannya Nanaki, yang berumur lima tahun lebih tua daripadanya. Sejak masa kanak-kanak Nanak terkenal memiliki watak yang luar biasa, sangat condong kea rah pengabdian dan kebaktian.
Guru Nanak selalu melawan adat-istiadat kolot agama Hindu sehingga pada umur Sembilan tahun ketika ia hendak dikalungi benang keagamaan di lehernya pada upacara Yajnopayitam, ia menolak dengan tegas dan meminta penjelasan akan kegunaan benang tersebut. Setelah dijelaskan oleh pendita keluarganya, bahwa benang tersebut merupakan lambang agama Hindu dan bahwa tanpa benang tersebut seorang Hindu yang berkasta tinggi akan kehilangan hak-hak kekastaannya, ia semakin keras menolak dianugerahi benang tersebut.
Nanak menikah dengan Sulakhani, putri Mul Chand, seorang Patwari (akuntan desa) di Pokhoke-Randhwa di distrik Gurdaspur, pada tahun 1488. Mereka dikaruniai dua orang putra, Siri Chand dan Lakhmi Das yang  masing-masing lahir pada tahun 1494 dan 1497. Setelah perkawinannya, ia menjalankan kehidupan sehari-hari seperti biasanya.
Pada tanggal 20 Agustus 1507, sebagaimana biasanya pada suatu pagi sebelum fajar ia pergi untuk mandi di kali Ravi. Sesungguhnya sesaat setelah mandi ia duduk bermeditasi dan waktu itulah ia mendengar panggilan Tuhan agar ia mengabdikan hidupnya bagi kebaikan dunia, dengan menuntun manusia ke jalan yang benar menuju Tuhan. Menurut ceritera, pagi hari itu Nanak menyelam ke dalam air dan tidak muncul-muncul lagi. Hal tersebut dilaporkan kepada majikannya dan Nanak dituduh korupsi dalam dagang, yang ternyata sama sekali tidak benar setelah diperiksa pembukuannya. Selama masa penyelamannya, ia dikatakan menghadap Tuhan dan muncul kembali pada hari keempat setelah ia menyelam.[2]
Ia membagi perjalanannya atas lima bagian yang memakan waktu kira-kira tiga puluh tahun untuk meluaskan daerah ajarannya. Ia mengelilingi seluruh India, Srilangka, kepulauan Maladewa dan Lokadewa. Perjalanannya meluas ke Assam dan Birma di Timur, Tibet, Turkistan dan Siberia Selatan di Utara, dan Afganistan, Iran, Arab Saudi dan Turki di Barat. Dalam perjalanannya itu, ia mengunjungi hampir seluruh pusat-pusat penting agama Hindu. Ia juga mengunjungi tempat-tempat suci yang pada waktu itu dilangsungkan suatu upacara sembahyang.

Cara Nanak mengajarkan ajarannya adalah sederhana dan praktis. Ia telah mencapai hati manusia. Ia mengajarkan mereka cinta universal, toleransi dan pengertian tanpa memandang pada kasta, kepercayaan atau agama. Ia mengajarkan bahwa semua orang dilahirkan sama tanpa ada perbedaan apapun. Selama pengembaraannya selama dua puluh dua tahun Guru Nanak telah berhasil menarik sejumlah besar pengikut yang menamakan diri mereka “Sikh” (pengikut). Kaum Sikh dari Guru ini berasal dari semua tingkat penghidupan, banyak diantaranya adalah orang-orang Mogul dan Hindu dari berbagai kasta yang akhirnya menemukan Tuhan yang sama dan hidup dalam persamaan dan kasih.
Kartapur adalah sebuah kota yang didirikan oleh Guru Nanak pada 1504 M dengan bantuan Doda Bhai dan Duni Chand Bhai yang juga mendirikan Dharamsala disini bagi Guru Nanak. Guru sendiri baru menetap di tempat ini kira-kira tahun 1522 M. Tetapi kini Kartapur Dharamsala dari Guru Nanak itu sudah lama tidak ada lagi karena dilanda banjir sungai Ravi, dan sekarang hanya tinggal kota Dera Baba Nanak yang berdiri di seberang sungai.
Guru kini telah berusia tujuh puluh tahun dan merasa bahwa akhir hayatnya akan segera tiba. Ia menunjuk seorang pengganti untuk melanjutkan ajarannya yang besar itu. Pilihannya itu jatuh kepada Lahna. Pada tanggal 14 Juni 1539, Guru Nanak resmi menunjuk Lahna sebagai penggantinya, dan menamakannya Angad, ia pun mempersembahkan lima pice di hadapannya sebagai penganut dari Gurunya dan menyembah kaki Guru Angad sebagai tanda bahwa ia akan memegang tugas Guru.
Tiga bulan dan satu minggu kemudian, pada tanggal 22 September 1539, Guru Nanak meninggalkan dunia ini dengan menyerahkan segala tugas-tugas kariernya sampai pada dirinya sendiri kepada Guru Angad. [3]
Walaupun Guru Nanak sudah tidak ada lagi, namun cahaya Ilahinya masih tetap menerangi dunia dan umat manusia dalam bentuk dan Guru Granth Sahib. Untuk menghidupkan terus nama Guru Nanak, orang-orang Sikh mengucapkan:
“Subhnan-da-Sanjha Nanak. Subhnan-da-Yar O”
Untuk seluruh umat manusia adalah Nanak.
Sahabat dari semua.[4]

2.    Tiga macam Ketentuan Disiplin
Bentuk yang hidup, sebagai seni agama, dalam penghayatannya membutuhkan ketentuan-ketentuan yang oleh penganut-penganut agama Sikh dipegang teguh sebagai disiplin hidup. Demikianlah dalam kehidupan pribadi seorang Sikh sejati harus mengikuti tiga macam disiplin, yaitu; disiplin kata, disiplin sakramen, dan disiplin pengabdian.
a)        Disiplin kata atau sabda Tuhan
Disiplin kata menyatakan bahwa seorang Sikh harus bangun pagi-pagi sekali, misalnya jam 04.00 pagi lalu mandi dan kemudian bermeditasi atas Tuhan Yang Maha Esa. Ia harus menyanyikan Hymne dan membaca Granth. Di dalam ode Asa-di-Var yang terdapat dalam kitab suci Granth, ajaran Guru Nanak, perhatian yang utama adalah terletak pada ungkapan disiplin kata yang menceritakan karier manusia dalam prosesnya menjadi malaikat.

 Ode Asa-di-Var ini mengikuti tingkat kemajuan dari masa sebagai manusia biasa sampai menjadi abdi Tuhan yang sempurna. Para penganut agama Sikh karenanya diperingatkan untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Jiwa Yang Agung ini; kalau tidak menurut, seluruh hidupnya akan tersia-sia dan buruklah nanti akhirnya. Contoh eksplisit disiplin ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yang nyata pada orang-orang Sikh yang sangat patuh kepada ajaran-ajaran Guru mereka seperti Guru Gobind Singh, Guru kesepuluh Agama Sikh yang telah meletakkan disiplin.

b)       Disiplin Sakramen
Disiplin sakramen menyatakan bahwa seorang Sikh harus mengikuti upacara-upacara pada waktu kelahiran, perkawinan dan kematian dalam suatu keluarga. Di dalam setiap upacara ia harus bersikap penuh kewibawaan dan seimbang dengan menghaturkan doa sesuai dengan keadaan. Syarat-syarat utama dari disiplin sakramen kepercayaan Sikh seperti yang ditentukan oleh para Guru mereka adalah: Penyerahan mutlak atas kemauan Tuhan Yang Maha Esa; Hidup sebagai pemimpin keluarga dan bekerja bagi kepentingan kemanusiaan dengan jalan tetap murni diantara yang tidak murni di dunia ini; mengakui manifestasinya di dalam segalanya, termasuk yang tidak boleh disentuh dan wanita serta mencintai dan mengabdi kepada mereka tanpa perbedaan.

c)        Disiplin Pengabdian
Disiplin pengabdian menyatakan bahwa seorang Sikh haruslah mengabdi kepada sesamanya untuk menyatakan kecintaannya kepada Tuhan. Dalam melakukan pengabdian ini, hambatan-hambatan seperti kasta atau kepercayaan dan ras haruslah dilupakan.  Semua pengikut Guru-Guru baik mereka Hindu, Islam, yang tertindas dan orang-orang terbaik atau terkemuka di dalam masyarakat adalah bersaudara dan diberi makan di dapur yang sama, yang disebut Langgar.
Orang Sikh dengan sukarela menyapu lantai, membersihkan alat-alat pertukangan, menggosok sepatu atau mengambil air dalam Langgar. Langgar memberi banyak jalan pengabdian. Demikianlah di dalam hidup bermasyarakat, seorang Sikh diharapkan menunaikan tugasnya terhadap masyarakatnya itu. Ia harus melakukan Amrit (baptis) dan membantu melaksanakan untuk orang lain. Ia juga harus siap menerima tindakan-tindakan disiplin apabila bersalah atau bertindak tanpa disiplin atau melanggar disiplin. Singkatnya, ia harus ambil bagian aktif dalam kehidupan masyarakat Panth. Tetapi semuanya itu harus didasarkan atas keikhlasan dan kerendahan hati. Tidak seorang pun sanggup mencapai Tuhan bila hati sanubarinya sendiri penuh dengan kesombongan.

3.    Para Pengganti Guru Nanak
Pengikut agama Sikh mempercayai dan mengikuti sepuluh orang guru yang sangat besar peranannya dalam sejarah agama Sikh. Mereka terdiri dari Guru Nanak, sebagai pelopor dan Guru Agung yang suci itu, beserta Sembilan orang guru penggantinya secara berturut-turut. Kesembilan orang guru tersebut masing-masing berkuasa penuh selama masa jabatannya untuk mengendalikan kemana agama dan umat Sikh akan dibawa. Berikut adalah urutan masing-masing guru yang sepuluh itu beserta peranan masing-masing dalam perjalanan sejarah agama Sikh:[5]
1.        Guru pertama                 Guru Nanak
2.        Guru Angarh                   (1539-1552).
3.        Guru Amar Das              (1552-1574).
4.        Guru Ram Das               (1574-1581).
5.        Guru Arjun                     (1581-1606).
6.        Guru Har Gobind            (1606-1645).
7.        Guru Har Rai                 (1645-1661).
8.        Guru Hari Krishen         (1661-1664).
9.        Guru Tegh Bahadur        (1664-1675).
10.    Guru Govind Singh       (1675-1708).

Setelah sepuluh guru, kaum Sikh tidak lagi memiliki guru-guru lanjutannya. Kedudukan guru digantikan oleh Adi Granth, kitab suci mereka yang sudah sempurna disusun selama jangka waktu hampir 150 tahun. Sepeninggal Guru Govind Singh, para pengikutnya melanjutkan tradisi yang telah diwariskannya. Lima orang murid pilihan membaptis pengikut-pengikut pilihannya untuk memperkokoh jamaah baru mereka. Jamaah baru ini kemudian terkenal dengan nama Khalsa Panth atau “Jalan Yang Murni”, sementara mereka yang dibaptis disebut dengan Khalsas, yang berarti “Seorang yang suci murni”.

4.    Ajaran-Ajaran Guru Nanak
*   Tentang Tuhan Yang Maha Esa
Dalam ajarannya mengenai Tuhan Yang Maha Esa, Guru nanak selalu menegaskan bahwa Tuhan adalah Tunggal, Yang Maha Esa. Ia tiada termanifestasikan dan juga termanifestasikan dalam segala hal, tiada terbatas. Maka itu Guru Nanak mengajarkan bahwa, kalau orang ingin kebahagiaan dan menemui Tuhannya, carilah Ia dalam jiwa. Menurut Guru Nanak, Tuhan adalah Pencipta tetapi juga Pemusnah. Ia adalah Pemberi tetapi juga Ia adalah Peminta kembali.  Tiadalah terbatas kebajikan, rahmat, inspirasi, jangkauan, penglihatan, dan cipta tuhan. Dan tiadalah ada bandingannya kemurahan, penerimaan, pengampunan, dan perintahnya.

*        Tentang Sabda Adalah Kata Tuhan
Menurut Guru Nanak, Sabda adalah Kata Tuhan. Karena itu Guru Nanak menganjurkan agar tiap orang dapat menyatukan dirinya dengan Sabda untuk mengerti misteri hidup di dunia kini dan di dunia kelak. Dan apabila orang telah menyatukan dirinya dengan Sabda tersebut maka ia harus melaksanakan Sabda itu dan dengan melaksanakan Sabda itu orang dapat menentun orang lain, kesadarannya terangkat menuju kemanusiaan universil, terbebas dari duka dan derita dan lepas dari roda inkarnasi, menuju kelepasan dan kedamaian abadi.  Sabda dalam arti kata yang sebenarnya adalah Kata Tuhan. Dan Sabda mengungkapkan dirinya dalam seluruh cipta Tuhan, bergetar tiada terbatas, ke setiap penjuru,juga ke setiap hati sanubari manusia. Sumber bahagia dan damai dapat dijumpai dimana-mana melalui Sabda dan dengan Sabda, Tuhan menampakkan diriNya.

*   Tentang Guru sebagai Penuntun Hidup Abadi
 Dengan tuntunan seorang Guru yang arif-bijaksana, yang suci dan yang agung, pengabdian kepada Tuhan dapat diarahkan dengan tepat dan mencapai tujuan, sebab Guru itu akan memperlihatkan tempat yang sebenarnya, akan membuka misteri alam semesta ini dan membawa kebahagiaan dan ketentraman ke dalam hati setiap penganut. 
Guru sejati akan membawa orang ke seberang ke pantai samudera kedamaian, akan membuat Sabda bergetar dalam sanubari manusia, melagukan nyanyi suci, akan mengantar ilham kerinduan akan Tuhan, akan membuka mata hati untuk melihat visi Tuhan.  Guru adalah index pikiran Tuhan, lautan ketenangan yang dalam dan luas dan penghapus dosa.

*   Tentang Praktek-Praktek Spiritual
Bagi Guru Nanak, hidup spiritual adalah melaksanakan praktek-praktek spirituil dengan  tunduk kepada Sabda Tuhan melalui petuah-petuah dan ajaran-ajaran Guru. Mendengarkan Sabda, menurut Guru Nanak, adalah mempraktekan Sabda itu. Dan mempraktekkan Sabda itu berarti melaksanakan tugas hidup di dunia ini bagi kebajikan dan kebenaran. Tuhan adalah Penuntun yang memimpin kita lewat SabdaNya (Satnam), lewat kongregasi para pendita (Satsangat) dan lewat Guru sejati (SatGuru).
Dan melaksanakan tuntunan Tuhan ini adalah melaksanakan praktek spirituil. Praktek spirituil berarti menumbuhkan persaudaraan universil, mendalami pengetahuan  dan buku suci, mengampuni orang yang bertobat, melaksanakan Kirtan, mempraktekkan perbuatan-perbuatan suci, sabar,sederhana, rela memberi, penuh kash sayang, berkata benar, melawan nafsu jahat, bekerja keras, berbuat kebajikan selalu, membela kebenaran. Bagi Guru Nanak, penyiksaan diri sebagai praktek spirituil atau bertapa yng membabi-buta atau menggunakan jubah agama berlebihan atau berbuat amal dan ibadah secara formil belaka, adalah hipokrit yang tida sesuai dengan Sabda Tuhan.

        B. Ajaran dan Praktek Keagamaan
1.    Keyakinan tentang Ilahiat
Keyakinan tentang Ilahiat di dalam agama Sikh itu dapat dijabarkan dengan istilah Mystic Monotheism. Guru Nanak menerima pokok keyakinan di dalam agama Islam tentang keesaan Allah Maha Kuasa, tidak beranak, tidak diperanakkan, tanpa ada suatu pun mirip denganNya, menciptakan alam semesta, dan punya wewenang penuh atas makhlukNya. Dengan begitu, Guru Nanak menolak Polytheism yang dianut agama Hindu. Tetapi, Guru Nanak menerima pokok keyakinan di dalam agama Hindu bahwa zat Allah Maha Kuasa itu meresapi seluruh alam, yaitu Pantheism.
Keyakinan serupa itulah yang disebut Mystic Monotheism, yaitu yakin akan keesaan Allah itu secara mistik. Melalui tatacara mistik akan dapat dicapai penggabungan kembali antara zat Insan dengan zat Tuhan dalam satu kesatuan wujud (Wahdatul Wujud), pada saat-saat yang sangat singkat di dalam Ekstasi. Keyakinan tentang Ilahiat di dalam agama Sikh itu dapat dipahamkan pada ayat-ayat di dalam Adi Granth yang sudah disalin ke dalam bahasa Inggris oleh Ernest Trumpp dengan judul The Adi Granth, or Holy Scriptures of the Sikhs edisi Tubner tahun 1877.

“Tuhan itu Esa, namanya: Yang Maha Benar, sang pencipta, sunyi dari takut dan permusuhan, baka, ada sepanjang zat-Nya, Maha Besar dan Maha Asih. Yang Maha Benar dan Maha Esa itu mulai dari sekalian permulaan. Yang Maha Benar dan Maha Esa itu azali dan baka.”
(35, 195).
Tetapi, suatu panggilan yang dapat dikatakan khusus dan hanya dijumpai di dalam agama Sikh ialah: Sat Nam. Nama Ilahi itu termuat pada ayat Pertama di dalam Adi Granth, dan setiap bagian-bagian di dalam Adi Granth itu dimulai dengan Nama Ilahi itu. Nama Ilahi itu yang paling dimuliakan itu dinyatakan ungkapan pertama-tama terucap dari mulut Guru Nanak sewaktu dikatakan bermula mendapat wahyu.
Adi Granth selanjutnya mengungkapkan tentang Sat Nam itu, sebagai berikut:
Guru ditanya tentang kenapa Sat Nam itu dituliskan senantiasa pada awal setiap nyanyian keagamaan (hymns). Ia pun menjawab: Nama tersebut adalah Tuhan dari seluruhnya. Para murid yang menyembah Nama Yang Benar, akan terhindar dari segala rintangan menuju keselamatan. Tersebab itulah Nama yang Benar itu mengawali setiap nyanyian keagamaan. (138).[6]

2.        Keyakinan tentang Alam dan Manusia
Alam semesta itu ciptaan Tuhan dan fana. Tiada satupun yang kekal kecuali Tuhan. (131, 231, 642). Segala apapun di dalam alam semesta itu hanya maya. (188, 189).
Nanak adalah hamba-Nya. Dia itu Tuhan Maha Kuasa. (644). Selama manusia terpikir bahwa sesuatunya itu dilakukan sendiri, maka ia akan tidak bahagia. (400). Dengan kodrat Tuhan, seluruhnya terjadi. Dengan kodrat Tuhan, seluruhnya menjalani fungsinya. Dengan kodrat Tuhan, seluruhnya dikuasai oleh maut. Dengan kodrat Tuhan, seluruhnya terserap ke dalam Yang Maha Benar. Hai Nanak! Apapun yang dikehendaki Tuhan, semuanya terjadi. Tiada satupun berada di bawah wewenang makhluk-Nya. (135, 78).
Granth Saheb, yang merupakan kitab suci di dalam agama Sikh itu, tidak ada berbicara tentang kiamat dan kebangkitan dan peradilan Ilahi, yakni permasalahan eskatologi. Hal itu disebabkan Guru Nanak menerima pokok keyakinan di dalam agama Hindu tentang Karma, Samsara, dan Nirvana.

3.        Keyakinan dalam agama Sikh
Pokok kebaktian di dalam agama Sikh bagi mencapai keselamatan adalah: Tafakkur dan Zikir. Menurut konsepsi Upanishads di dalam agama Hindu ialah: dhyana-yoga dan Samadhi.  Tatacara bagi Tafakkur dan Zikir itu diungkapkan di dalam Adi Granth sebagai berikut:
Samadhi terhadap Ada Maha Agung itu satu-satunya upacara kebaktian keagamaan, hai saudara-saudaraku, (335). Kewajiban tertinggi adalah menyebut nama Tuhan Maha Esa itu terus menerus, (234). Nama yang murni itu adalah bantuanKu, (577). Ingatlah senantiasa akan nama yang teramat murni dari Ram. Hilangkan segala sesuatu yang lainnya dari ingatan, (582). Sebutkan Nama itu berulangkali. Dengar akan Nama itu. Tumpukan ingatan pada Nama itu. Pusatkan ingatan pada Tuhan. Ulang menyebut Nama-Nya setiap saat. Jiwamu akan terserap ke dalam Nur Ilahi, (181).
Bagi kepentingan kebaktian itu terbentuklah suatu lembaga keagamaan dengan berbagai tata tertib, bernama Khalsa Sangat (majelis murni). Sebutan Sangat disini sama dengan Sanga di dalam agama Budda, dan Khalsa itu bermakna: murni.
Lembaga keagamaan itu lama kelamaan bertambah kukuh di tangan guru-guru yang menggantikan Guru Nanak. Bahkan, lembaga keagamaan itu lambat laun berubah menjadi lembaga politik, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.[7]

4.        Hari-hari Besar
a)        Baisakhi atau Tahun Baru
Baisakhi juga dieja Vaisakhi, yaitu festival yang diadakan untuk merayakan Tahun Baru Sikh dan pendiri komunitas Sikh, yang dikenal dengan Khalsa, pada tahun 1699. Festival ini dirayakan pada tanggal 13 atau 14 April. Yaitu festival panen di Punjab, yang menjadi festival Sikh yang paling penting.[8]

b)       Diwali atau Festival Cahaya
Festival ini adalah festival cahaya yang dirayakan pada akhir Oktober atau awal November. Festival ini dirayakan oleh orang Sikh, Hindu, dan Jain. Untuk Sikh, Diwali ini sangat penting dirayakan karena untuk merayakan pembebasan Guru Har Gobind dari penjara dan 52 pangeran lainnya, pada tahun 1619. Sikh merayakan kembalinya Guru Har Gobind dengan menyalakan Kuil Emas dan tradisi ini berlanjut hingga saat ini.[9]

c)        Hola Mohalla
Hola Mohalla berasal dari kata “Mohalla” dalam bahasa Punjab, yang berarti prosesi  terorganisir dalam bentuk tentara yang diiringi drum perang dan bergerak dari satu Negara ke Negara lain. Festival ini dirayakan setiap tahun pada bulan Maret.[10]




[1] Njoman S. Pendit, Guru Nanak dan Agama Sikh, Jakarta: Yayasan Sikh Gurudwara Mission, 1988. Hal. 26-27
[2] Ibid. Hal. 18-19
[3] Ibid. Hal. 23-24
[4] Ibid. Hal. 25
[5] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 191-192
[6] Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996. Hal. 159-160.
[7] Ibid. Hal. 162.

No comments:

Post a Comment